Pengertian Demokrasi
Demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Begitulah pemahaman yang paling sederhana tentang demokrasi, yang diketahui oleh hampir semua orang.
Demokrasi merupakan bentuk pemerintahan politik yang kekuasaan pemerintahannya berasal dari rakyat, baik secara langsung (demokrasi langsung) atau melalui perwakilan (demokrasi perwakilan). Istilah ini berasal dari bahasa Yunani δημοκρατία – (dēmokratía) "kekuasaan rakyat",yang dibentuk dari kata δῆμος (dêmos) "rakyat" dan κράτος (Kratos) "kekuasaan", merujuk pada sistem politik yang muncul pada pertengahan abad ke-5 dan ke-4 SM di negara kota Yunani Kuno, khususnya Athena, menyusul revolusi rakyat pada tahun 508 SM.
Berbicara mengenai demokrasi adalah memburaskan (memperbincangkan) tentang kekuasaan, atau lebih tepatnya pengelolaan kekuasaan secara beradab. Ia adalah sistem manajemen kekuasaan yang dilandasi oleh nilai-nilai dan etika serta peradaban yang menghargai martabat manusia. Pelaku utama demokrasi adalah kita semua, setiap orang yang selama ini selalu diatasnamakan namun tak pernah ikut menentukan. Menjaga proses demokratisasi adalah memahami secara benar hak-hak yang kita miliki, menjaga hak-hak itu agar siapapun menghormatinya, melawan siapapun yang berusaha melanggar hak-hak itu. Demokrasi pada dasarnya adalah aturan orang (people rule), dan di dalam sistem politik yang demokratis warga mempunyai hak, kesempatan dan suara yang sama di dalam mengatur pemerintahan di dunia publik. Sedang demokrasi adalah keputusan berdasarkan suara terbanyak. Di Indonesia, pergerakan nasional juga mencita-citakan pembentukan negara demokrasi yang berwatak anti-feodalisme dan anti-imperialisme, dengan tujuan membentuk masyarakat sosialis. Bagi Gus Dur, landasan demokrasi adalah keadilan, dalam arti terbukanya peluang kepada semua orang, dan berarti juga otonomi atau kemandirian dari orang yang bersangkutan untuk mengatur hidupnya, sesuai dengan apa yang dia ingini. Jadi masalah keadilan menjadi penting, dalam arti dia mempunyai hak untuk menentukan sendiri jalan hidupnya, tetapi harus dihormati haknya dan harus diberi peluang dan kemudahan serta pertolongan untuk mencapai itu.
Demokrasi Indonesia
Hakikat dasar demokrasi itu berlaku universal. Artinya diseluruh dunia nilai-nilai tersebut pasti ada. Tidak ada batasan baik antar negara, suku, agama dan ras. Hal inilah yang seringkali menjadi alasan sehingga muncul perbedaan dalam menafsirkan arti sesungguhnya dari demokrasi itu. Multi tafsir yang tidak ada ujung pangkalnya. Berputar-putar tanpa ada kejelasan.
Bukankah hak kebebasan mengeluarkan pendapat, beragama dan hidup adalah hak setiap individu. Jadi atas dasar itulah dirumuskan hak asasi manusia yang oleh masing-masing negara meletakkannya dalam konstitusi negara. Artinya nilai-nilai dasar tersebut telah dijamin eksistensinya.
Adapun dalam prakteknya masih banyak terjadi pelanggaran nilai-nilai tersebut yang juga berarti demokrasi tidak bisa berkembang secara sempurna. Disinilah kerap terjadi kebiasaan dalam berdemokrasi teruji. Apakah kita sanggup menjalankan nilai-nilai tersebut tanpa harus terjadi gesekan dalam masyarakat.
Memang nila-nilai dasar tersebut tidaklah harus sama kadarnya dengan negara lain. Kebebasan dalam perspektif barat tentu berbeda dengan kebebasan ala timur. kebebasan tanpa batas tidak relevan dengan budaya timur yang kita anut. Batasan-batasan inilah yang harus diberikan formula serta racikan yang pas sehingga sesuai dengan selera ketimuran kita. Kalau saja nilai-nilai demokrasi ala barat dipaksakan untuk kita “telan” tentu bisa berakibat adanya gelombang ketidakpercayaan akan demokrasi itu sendiri.
Selanjutnya, para elit-elit politik yang mempunyai tugas meramu dan meracik nilai-nilai dasar demokrasi dituntut untuk dapat memberikan hasil yang terbaik. Bukan malah sebaliknnya memaknai demokrasi itu sendiri sesuai dengan selera dan kepentingan masing-masing.
Sebagai negara yang sedang membangun menuju negara demokrasi terbesar didunia. Pengejewantahan nilai-nilai demokrasi yang pas dengan nilai ketimuran kita adalah jalan keluar yang paling tepat. Bukan jamanlah lagi kita menghamba dengan demokrasi ala barat yang jelas-jelas tidak cocok. Dan bahkan kita bisa lihat, efek demokrasi ala barat itu yang sekarang kita alami. Proses rekruitmen kepemimpinan nasional maupun lokal justru menjadi ajang bagi-bagi kekuasaan, money politik dan pelecehan terhadap aspirasi rakyat.
Untuk itu marilah kita kembangkan sendiri demokrasi ala nusantara yang memang sangat mudah diaplikasikan ditengah-tengah masyarakat tanpa harus takut efek sampingnya. Toh hal itu tidak mempengaruhi tumbuhnya demokrasi yang sehat di tanah air tercinta.
Demokrasi Barat
Menurut Ensiklopedi Wikipedia, demokrasi bermakna : “Suatu bentuk pemerintahan di mana kekuasaan dipegang secara langsung maupun tidak langsung oleh rakyat melalui sistem pemilihan (suara terbanyak).”
Di dalam prakteknya, di negara-negara Barat, demokrasi dikendalikan oleh suatu kelompok yang kuat. Yang saya maksud kelompok yang kuat di sini adalah orang-orang yang memiliki uang yang paling banyak.
Sudah tidak asing lagi bagi kita bahwa di negara-negara Barat, orang-orang berduitlah yang menguasai sistem pemerintahan. Jika anda ingin menjadi Presiden, Gubernur atau Walikota, misalnya, anda mesti mempunyai uang yang banyak untuk membiayai kampanye pemilihan jabatan tersebut atau paling tidak, anda mesti meminta dukungan dari orang-orang berduit agar mereka memberikan dana bagi anda.
Namun jika orang-orang berduit memberikan dukungan dana kepada anda, apakah dana yang cukup besar itu diberikan secara cuma-cuma tanpa syarat? Tentu saja tidak. Jika seorang pengusaha besar mendukung atau mendanai biaya kampanye salah seorang calon presiden di negeri ini, maka tentu saja dukungan seperti itu bukan cuma-cuma.
Di Amerika Serikat, orang-orang Yahudi-lah yang menguasai lobi-lobi pemerintahan AS, karena orang-orang Yahudi-lah yang paling kaya dan paling banyak memiliki perusahaan-perusahaan raksasa. Tanpa mereka, ekonomi AS lumpuh dan seorang presiden AS pun mesti mematuhi kehendak mereka, karena ketika sang presiden sebelum menjadi presiden berkampanye, orang-orang berduit inilah yang memberinya dana untuk berkampanye.
Di negara-negara Barat, seperti di AS dan di Eropa, media massa juga dikuasai orang-orang berduit. Hanya merekalah yang memiliki media-media massa raksasa, baik media cetak maupun media elektronik. Tidak ada aturan moral yang mengatur mereka, yang ada adalah siapa yang paling banyak duitnya dialah yang berkuasa.
Atas nama pertumbuhan ekonomi di negeri ini, Indonesia – yang sedang mengikuti demokrasi ala Barat – juga mengundang investor-investor asing untuk menanamkan modalnya. Mulailah banyak supermarket modal asing berdiri dimana-mana. Persetan dengan modal asing, yang penting mereka mau menanamkan modalnya di negeri ini, mungkin begitu yang terpikir di dalam otak pejabat negeri ini.
Dalam beberapa tahun terakhir, supermarket-supermarket mulai melibas pasar-pasar tradisional. Pemerintah-pemerintah daerah justru membantu membesarkan supermarket-supermarket milik asing ini dengan cara menggusur pasar-pasar tradisional. Dengan bengis, bak jaman penjajahan Belanda dulu, jagoan-jagoan Pamong Praja mengusir tanpa belas-kasihan ibu-ibu yang berjualan di dalam pasar tradisional.
Memang di dalam demokrasi ala Barat, duitlah yang berkuasa bukan lagi moral dan keadilan.
Yang lebih mengerikan lagi, dengan sistem ekonomi bebas (demokrasi) ala Barat ini pula, dijual-lah aset-aset nasional kita dengan bebas tanpa kendali. Bukankah pasar bebas adalah bagian dari sistem demokrasi ala Barat?
Maka terjuallah : produk kecap, saus, sirup ABC ke investor HJ Heinz (AS), Teh Sari Wangi, kecap Bango, makanan ringan Taro ke Unilever (Inggris), minuman mineral Aqua ke Danone (Perancis), biskuit Helios ke Campbel (AS), minuman mineral ADES ke Coca-Cola (AS), susu dan makanan bayi SGM ke Numico (Belanda), dan rokok Dji Sam Soe dan A Mild ke Philip Moris (AS). Ini hanya perusahan agro-industri, belum lagi perusahaan nasional lainnya.
Mungkin tak lama lagi setelah makin berkuasanya orang-orang asing mencekram di negeri ini, pulau-pulau indah di negeri ini pun akan dijual kepada mereka. Ini bukan hal yang mustahil! Karena demokrasi ala Barat – yang sekarang makin kuat bercokol di negeri ini – mempunyai prinsip “uang adalah segalanya”.
Penjualan-penjualan aset nasional yang sudah sedemikian banyak itu tidak lepas dari peran pengkhianat-pengkhianat bangsa, yang memang tidak memiliki nasionalisme lagi.
RATING ADALAH VOTING
Demi meniru demokrasi ala Barat, tv-tv swasta menayangkan sinetron-sinetron kacangan yang tak hanya tidak bermutu, tetapi juga merusak moral generasi muda. Masyarakat kita – yang tentu saja paling banyak adalah awam – justru gandrung dengan tontonan murahan yang disajikan oleh produser-produser rakus yang semata-mata ingin meraup keuntungan sebesar-besarnya. Karena tontonan yang bagus adalah tontonan yang ratingnya tinggi, atau dengan kata lain tontonan yang paling banyak diminati masyarakat awam. Begitulah hukum demokrasi.
Berdasarkan sistem demokrasi, tontonan seperti ini tidak boleh dihentikan, karena sebagian besar rakyat suka menonton tayangan seperti ini, dan suara terbanyak mesti menjadi pilihan. Bukankah begitu?
Di negara mana pun, orang yang pandai atau pintar itu jumlahnya jauh lebih sedikit daripada orang-orang awam? Nah, di negara-negara demokrasi ala Barat – mungkin termasuk di Indonesia – orang-orang berduitlah yang berkuasa, dan merekalah yang kuat, yang mampu menguasai rakyat yang awam – mempengaruhi mereka dengan media massa: tv, koran, radio, dan internet. Tentu saja dikemas dengan kemasan yang menarik. Bukankah orang banyak lebih tertarik dengan kemasan ketimbang isi?
Semua produk dikemas dengan kemasan yang menarik – termasuk handphone-handphone produk negara Cina – sehingga membuat masyarakat awam tertipu.
Kebebasan yang tidak dikontrol oleh orang-orang yang bermoral tinggi, akan menciptakan kehancuran masyarakat suatu bangsa secara perlahan-lahan.
AS memuji India sebagai negara yang paling demokratis di Asia. Tetapi tahukah anda, di India : korupsi sedemikian parah sehingga kemiskinan mengakibatkan merebaknya pelacuran anak-anak di bawah umur (Indonesia juga sudah mulai merambah, khan mau kayak India), tingkat kriminalitas juga sangat tinggi, jurang antara si kaya dan si miskin semakin lebar, dan masih banyak hal-hal mengerikan lainnya.
Demokrasi barat tidak bias di terapkan di Indonesia
Partai Golkar menilai demokrasi ala barat (Eropa/Amerika Serikat) tidak bisa diterapkan begitu saja di Indonesia, tetapi harus disesuaikan dengan kondisi, situasi dalam masyarakat dan budaya Indonesia.
"Demokrasi barat (Eropa/Amerika Serikat) tidak boleh diterapkan begitu saja di Indonesia, tetapi harus disesuaikan dengan kondisi riil dan kultur Indonesia," kata Ketua DPP Partai Golkar Rully Chairul Azwar menyampaikan apa yang diungkapkan Wapres Jusuf Kalla saat melakukan pertemuan dengan rombongan Netherland Institute Multiparty for Democracy (NIMD) di Jakarta, Senin (18/06).
Lebih lanjut dijelaskan, apabila Indonesia meniru mentah-mentah demokrasi barat, maka dikhawatirkan demokrasi tersebut justru tidak membantu menciptakan keadilan dan kesejahteraan di Indonesia.
Sebab, tambah Rully, demokrasi bukanlah tujuan akhir sebuah bangsa melainkan hanya sarana, namun sistem demokrasi memang harus ditegakkan di Indonesia.
Hal tersebut, tambah Rully diungkapkan Wakil Presiden (Wapres) yang juga Ketua Umum Partai Golkar Muhammad Jusuf Kalla saat menerima Pimpinan Netherland Institute Multiparty for Democracy (NIMD) DR. Ben Bot.
Dalam pertemuan tersebut, juga turut hadir Ketua Komunitas Indonesia untuk Demokrasi (KID) Ignas Kleden dan Wakil Ketua KID Daniel Sparinga, Sekjen Partai Golkar Budi Harsono, Ketua DPP Syamsul Marif, dan Wakil Sekjen Partai Golkar Rully Chairul Azwar, dan Ketua Bidang Kesra Firman Subagyo.
NIMD terdiri atas tujuh partai politik yang ada di Belanda dan hingga saat ini telah menjalin kerjasama dengan parpol-parpol di 17 negara lainnya termasuk salah satunya parpol-parpol di Indonesia.
Rully menjelaskan, Wapres Jusuf Kalla menegaskan bahwa demokrasi Indonesia sudah sangat maju, bahkan lebih maju dari negara-negara barat seperti Belanda.
Namun demikian, tiang-tiang demokrasi itu harus diperkokoh sehingga demokrasi semakin membawa kesejahteraan kepada masyarakat.
Salah satu caranya dengan saling belajar dari negara lain.
Kerja sama dengan partai-partai besar di Indonesia dan Belanda akan semakin memperkokoh pilar-pilar demokrasi. Diharapkan pula kerjasama ini akan mengembalikan tingkat kepercayaan masyarakat kepada partai politik di Indonesia.
Sementara Ben Bot, yang juga mantan Menlu Belanda, mengatakan kehadiran organisasinya ke Indonesia
sama sekali bukan untuk memperkuat kelemahan sistem kepartaian di Indonesia, karena kuat lemahnya sistem kepartaian Indonesia adalah tanggung jawab partai politik Indonesia sendiri.
Kehadiran mereka hanya untuk bertukar pengalaman, bertukar pengetahuan bagaimana nilai-nilai demokrasi diterjemahkan ke dalam berbagai bentuk program pemerintah untuk kesejahteraan rakyat.
Sasaran lebih jauhnya adalah bagaimana masyarakat terlibat dalam seluruh proses menciptakan nilai-nilai demokrasi dan merasa memilikinya sehingga masyarakatnya menjadi terbuka.
Ben Bot mengakui sependapat dengan pernyataan Wapres yang mengatakan demokrasi bukanlah tujuan melainkan sarana untuk mencapai tujuan sebuah bangsa yaitu menciptakan keadilan dan kesejahteraan rakyat.
Dialog Parpol
Sementara Ignas Kleden menjelaskan, kerja sama tujuh partai besar Belanda dengan tujuh partai besar Indonesia bisa membuka blok di antara partai di Indonesia sendiri dan juga dengan partai-partai di dunia.
"Di Indonesia sendiri forum partai-partai itu disebut Komunitas Dialog Parpol Indonesia dan diharapkan bisa membawa harapan baru dalam mensejahterakan rakyat. Sebab dalam forum itu, partai-partai anggotanya tidak lagi berbicara masalah internal partai masing-masing tetapi berbicara masalah yang lebih tinggi yakni persoalan rakyat yang juga menjadi persoalan bangsa," kata Ignas Kleden.
Ketujuh parpol di Indonesia yang menjalin kerjasama dengan NIMD adalah Partai Golkar, Partar Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Amanat Nasional dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.
Ignas menambahkan, untuk memperkuat demokrasi di Indonesia lembaga yang dipimpinnya yakni Komunitas Indonesia untuk Demokrasi (KID) yang merupakan mitra Netherland Institute Multiparty for Democracy mendirikan sekolah demokrasi di lima provinsi di Indonesia yakni di Sumatera Selatan (terletak Kabupaten Banyuasin), Banten (di kabupaten Tangerang), Jawa Timur (di kabupaten Malang), Sulawesi Selatan (Jeneponto), dan Nusa Tenggara Timur (Kabupaten Lembata).(*/lpk)
Sumber
Wikipedia.2011.Demokrasi. http://id.wikipedia.org/wiki/Demokrasi
Artikel Pendek.2008.Demokrasi Ala Indonesia. http://qflee.wordpress.com/2008/04/13/demokrasi-ala-indonesia/
Somewhere over the rainbow.2009.Demokrasi ala barat, apa itu?.
http://qitori.wordpress.com/2009/02/17/demokrasi-ala-barat-apa-itu/
Kapanlagi.com.2007.Demokrasi Barat tak bias diterapkan diIndonesia.
http://www.kapanlagi.com/h/old/0000177112.html
No comments:
Post a Comment